Kisah Pejuang Wanita Cirebon yang Mendapatkan Hadiah Khusus Dari Soekarno

Cirebon - Sosok Olly Sastra tak bisa dilepaskan dari upaya perlawanan terhadap penjajah Jepang di Kota Cirebon, Jawa Barat, dulu. Wanita bernama asli Olly Siti Soekini itu menolak keras kedatangan serdadu negeri matahari terbit itu di tanah kelahirannya.

Ia berupaya aktif menjaga keutuhan negara, terlebih usai Presiden Soekarno membacakan naskah proklamasi. Sebagai tokoh penggerak kemerdekaan di Cirebon, Olly menyebarkan semangat heroik.

Salah satunya saat ia mengibarkan bendera merah putih di Gedung Djawa Hokokai Pekalipan Cirebon, yang ketika itu menjadi markas tentara Jepang.

Tak hanya itu, Olly juga banyak terlibat aktif di sejumlah organisasi seperti Partindo dan PNI. Kemudian, ia juga aktif menyuarakan aspirasi saat menjabat sebagai ketua Angkatan Muda Cirebon.

Tak ayal, jasanya yang penting bagi Republik Indonesia itu membuatnya kian akrab dengan Presiden Soekarno, hingga ia pernah diberi hadiah khusus. Melansir YouTube Cirebon Heritage, Rabu (10/11) berikut kisah wanita heroik asal Cirebon ini selengkapnya.

Dijambak dan Ditendang Jepang Saat Memasang Bendera Merah Putih


Seperti telah disebutkan, Olly getol mengukuhkan kemerdekaan yang baru saja dibacakan, saat itu. Ia kerap nekat, dan salah satu yang fenomenal adalah ketika ia berani memasang bendera merah putih di Gedung Djawa Hokokai, yang saat itu menjadi markas tentara Jepang.

Sebagaimana disebutkan putri bungsu Olly Sastra, Esti Handayani, dikatakan bahwa sang ibu berani memasang bendera merah putih hingga berujung mendapat perlakuan kasar karenanya.

"Waktu itu ibu saya memang memasang bendera di sana, dan tentu itu membuat tentara Jepang marah. Ibu saya dibilang kalau Indonesia belum merdeka katanya. Kemudian dia dijambak dan ditendang oleh tentara Jepang namun berhasil dilerai dan bendera bisa diambil kembali," kata Esti, dalam YouTube Cirebon Heritage.

Bendera Hasil Jahitan Sendiri dan Masih Tersimpan Hingga Kini


Bendera merah putih tersebut sebelumnya dijahit sendiri oleh Olly dan dibuat dari kain satin, usai ia menerima kabar Presiden Soekarno membacakan teks proklamasi kemerdekaan di Jakarta.

Namun sayangnya, kini bendera tersebut kondisinya sudah rusak karena termakan usia. Bendera ini juga sempat dibakar oleh tentara Jepang yang memergoki Olly memasang bendera di markas mereka.

"Benderanya waktu sudah diturunkan oleh Jepang sempat dibakar, tapi Alhamdulillah bisa diambil kembali, namun bekas terbakarnya masih tersisa hingga bolong-bolong," tambahnya lagi.

Memberdayakan Perempuan dan Anak Korban Perang


Setelah Jepang meninggalkan Indonesia, Olly mengibarkan bendera yang telah lusuh itu di gedung itu dan menjadikannya lokasi panti pemberdayaan bagi anak-anak dan wanita korban perang.

Disana ia memperjuangkan agar kaum anak dan wanita yang tidak mampu, mendapat akses pendidikan, dan tidak buta huruf. Selain difungsikan sebagai lokasi pendidikan, Olly menginginkan agar bekas Gedung Djawa Hokokai tersebut dijadikan gedung juang karena kerap digunakan sebagai tempat berkumpulnya para pejuang Cirebon.

"Gedung yang waktu itu ada di Jalan Pekalipan nomor 106 Kota Cirebon ingin dijadikan sebagai museum perjuangan oleh para pejuang. Tapi setelah itu ibu mendirikan PPA yang dikhususkan bagi kalangan korban perang," beber Esti.

Kenal Dekat Dengan Soekarno dan Diberi Hadiah Khusus


Sebagai anak dari pegawai Financial institution zaman Hindia Belanda, Olly Sastra bisa berkesempatan mendapat akses pendidikan. Di sana ia mendapatkan berbagai ilmu hingga membentuknya menjadi sosok yang kritis dan menginginkan kemerdekaan Indonesia.

Usai lulus, Olly aktif di berbagai organisasi seperti PNI, Partindo hingga menjadi ketua Angkatan muda Cirebon. Keaktifan Olly di sana membuatnya banyak berinteraksi dengan tokoh politik, termasuk Soekarno. Disebutkan presiden pernah memberinya hadiah khusus berupa nama anak saat Olly melahirkan anak ke-7 yang bernama Mohammad Pandji Saptohadi

"Dan kakak saya persis yang laki-laki itu namanya diberi langsung oleh Presiden Soekarno, namanya Mohammad Pandji Saptohadi," kata Esti.

Didik Anak Korban Perang hingga Sukses


Esti menceritakan, banyak anak yatim dan korban perang dari Panti Pendidikan Anak milik Olly yang kini sudah menjadi orang sukses. Beberapa di antaranya bekerja di pemerintahan, salah satunya almarhum Subrata yang merupakan mantan wartawan senior TVRI dan Dirjen PPG (Pembinaan Pers dan Grafika) di period Menteri Penerangan Harmoko.

"Dan dari anak-anak yatim piatu itu banyak yang menjadi orang sukses, seperti pak Subrata yang jadi Dirjen dan bekerja di TVRI waktu itu. Dan memang ibu itu punya jiwa sosial dan pendidik yang kuat bersama teman-teman pejuangnya," kata Esti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pihak Militer Myanmar Tangkap 3 Jurnalis Dawei Watch

Sejarah Tanah Deli Dan Asal Mula Nama Kota Medan, Sebagai Berikut

Kisah Stasiun Radio Pemancar Pertama yang Mendunia Berada di Malabar Bandung