Sejarah Tanah Deli Dan Asal Mula Nama Kota Medan, Sebagai Berikut

Jakarta - Hari Jadi Kota Medan diperingati setiap 1 Juli. Di tahun ini, kota terbesar ketiga di Indonesia ini genap merayakan Hari Jadinya yang ke-431.

Kota Medan dikenal sebagai kota municipal terbesar setelah Jakarta dan Surabaya. Kota ini menyimpan banyak keberagaman etnis dan budaya yang hidup saling berdampingan selama ratusan tahun.

Dulunya, Kota Medan ini dijuluki sebagai "Paris van Sumatra" karena memiliki keasrian dan bentuk bangunan gaya Eropa.

Selain itu, sebagai pintu gerbang Indonesia bagian barat, Kota Medan menjadi pusat perdagangan, industri dan bisnis yang multikultur sejak zaman Hindia Belanda hingga sekarang.

Melansir dari laman Pemerintah Kota (Pemkot) Medan, berikut sejarah awal mula terciptanya nama Kota Medan. 

Dulunya Disebut Tanah Delicatessen

Kota Medan ini dulunya berupa tanah yang berawa dengan luas kurang lebih 4.000 hektare. Beberapa sungai melintasi Kota Medan ini, seperti Sei Delicatessen, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei Sulang Saling/Sei Kera. Semua sungai itu akan bermuara ke Selat Malaka.

Dulunya, Kota Medan dijuluki dengan Tanah Delicatessen. Orang pertama yang membuka perkampungan Medan bernama Master Patimpus. Karena itu lah, sampai sekarang sebagian orang masih ada yang menyebut Kota Medan dengan sebutan Medan Deli. Namun, istilah Medan Deli tersebut secara berangsur-angsur hilang karena kurang prominent.

Dahulu, orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular di Kabupaten Delicatessen Serdang sampai ke Sungai Wampu di Kabupaten Langkat. Sedangkan Kesultanan Delicatessen yang berkuasa pada waktu itu, wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah di antara kedua sungai tersebut.

Jadi Jalur Perdagangan dengan Nama "Medan Putri" 

Perkampungan Medan yang didirikan oleh Guru Patimpus itu kemudian dinamakan Medan Putri. Kampung ini lokasinya sangat strategis, karena terletak di pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura. Sehingga kampung Medan Putri ini dulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai.

Namun sekitar tahun 1612, setelah dua dasa warsa berdiri Kampung Medan Putri, Sultan Iskandar Muda yang berkuasa di Aceh mengirim Panglimanya bernama Gocah Pahlawan untuk menjadi pemimpin yang mewakili kerajaan Aceh di Tanah Delicatessen.

Gocah Pahlawan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga meliputi Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kecamatan Medan Deli sekarang. Ia juga mendirikan kampung-kampung Gunung Klarus, Sampali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas Percut dan Sigara-gara. Selama masa pendudukan Gocah Pahlawan ini, seluruh wilayah kekuasaannya, tak terkecuali Kampung Medan Putri berkembang menjadi lebih maju.

Setelah wafat pada tahun 1653, Gocah Pahlawan digantikan oleh puteranya, Tuangku Panglima Perunggit, yang kemudian memproklamirkan kemerdekaan Kesultanan Delicatessen dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669. 

Perkembangan Pesat karena Perkebunan Tembakau

Pesatnya perkembangan Kampung Medan Putri saat itu, juga tidak terlepas dari perkebunan tembakau yang sangat terkenal yang ada di Tanah Deli.

Pada tahun 1863, Sultan Delicatessen memberikan kepada Nienhuys Van der Falk dan Elliot dari Firma Van Keeuwen en Mainz & Carbon monoxide, tanah seluas 2.960 hektare untuk kebun tembakau. Pada Maret 1864, contoh hasil panen dikirim ke Rotterdam di Belanda untuk diuji kualitasnya dan ternyata daun tembakau tersebut sangat baik dan berkualitas tinggi untuk pembungkus cerutu.

Perkebunan dan perusahaan tembakau di Tanah Delicatessen ini word play here kemudian berkembang sangat pesat. Di tahun 1874, setidaknya ada 22 perusahaan perkebunan tembakau yang ada di Tanah Deli.

Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang, Kampung Medan Putri pun menjadi semakin ramai dan kemudian berkembang dengan nama yang lebih dikenal sebagai "Kota Medan".

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pihak Militer Myanmar Tangkap 3 Jurnalis Dawei Watch

Kisah Stasiun Radio Pemancar Pertama yang Mendunia Berada di Malabar Bandung